Jangan Nikah Sama Orang Yang Punya Penyakit - KUPAS TUNTAS

Jangan Nikah Sama Orang Yang Punya Penyakit

JANGAN_NIKAH_SAMA_ORANG_YANG_PUNYA_PENYAKIT

"Hey dia itu punya penyakit yang susah disembuhkan, hidupmu nggak akan bahagia kalau nikah sama dia! ""Kamu bukan orang kaya, nanti kamu nggak mampu menghidupi dia yang punya penyakit! "

"Nanti kalau dia itu sakit-sakitan nggak bisa melayanimu dengan baik. Soal urusan makan, di rumah, sampai urusan ranjang dia nggak bisa memenuhi itu! ".

"Sudahlah, banyak wanita lain yang lebih baik. Nanti yang sehat itu kalo hamil mudah, nggak kayak dia! ".
Bagaimana dengan telinga yang mendapat omongan tersebut? Apa kabar hati? Masihkah kamu kuat? Harus yaaa. Karena kita punya Allah.
Aku saja sangat jarang mengeluh dengan keadaanku. Tapi kali ini aku paham, perkataan lebih menyakitkan daripada penyakit itu sendiri. Bahkan dari mulut orang-orang yang aku anggap soleh. Mereka, orang-orang yang mengatakan itu termasuk tokoh agama di desa mereka. Bahkan lulusan pondok pesantren. Oh Allah, aku bener-bener down.
Seketika rasa percaya diriku hilang. Selama ini aku santai-santai saja karena aku pikir aku saja masih bisa pergi kuliah yang jauh dari orangtua. Tapi dengan usia yang cukup untuk menikah membuatku jadi sadar. Semua orang yang ingin nikah akan butuh pasangan yang sama-sama kondisinya baik. Termasuk keinginan calon mertua juga akan seperti itu.
"Maaf yah Sasa, pertunangan kita nggak bisa dilanjut. Umi nggak merestui. Umi takut aku nggak sanggup nanti membiayai kamu, apalagi nanti kalau kamu hamil juga susah". Kata dia. Iya, dia yang pernah menjadi spesial.
"Kata siapa aku susah hamil? Temen-temenku yang punya penyakit yang sama biasa aja kok. Mereka nggak susah hamil. Memang lebih aman operasi, tetapi lahiran normal juga bisa. " kataku dengan bergetar. Dan pasti, air mataku sudah meluncur.
"Kata mbak ku, dia kan guru di sekolat elit. Kenal dengan dokter-dokter. Dia tanyakan sama temen dokternya, dan baca-baca dari google. "

"Memang secara medis, hal yang paling buruk ya seperti itu. Tapi kenyataannya nggak seperti itu. Temen-temenku baik-baik saja. Dan kamu tahu sendiri kan, aku bisa kuliah, aku bisa pulang pergi luar kota motoran sendiri, aku bisa kerja sambil kuliah. Memang semua penyakit ya punya kemungkinan terburul, bahkan hal sepele aja seperti darah tinggi ya bisa menyebabkan kematian!. " jelasku. Entahlah, bagaimana rasanya hati ini.
"Iya, tapi aku nggak mau durhaka sama umi. Aku minta maaf ya". Jelasnya tanpa berdosa.
Pertunangan yang kurang satu minggu lagi. Bagaimana aku menahan malu kepada keluarga besar. Dan lebih penting lagi bagaimana aku menahan rasa sakit di hatiku. Semua yang dikatakannya benar-benar membawa diriku jatuh ke dasar. Seketika percaya diriku runtuh dan masa depanku buruk dengan diambilnya kesehatanku.
Allah, suatu saat nanti tunjukkan bahwa kata-kata mereka tidak benar.

***
Aku semakin kurus. Nafsu makan sangat berkurang. Penyakitku semakin kambuh. Mendengar teman-teman yang memiliki penyakit yang sama, mendapat penyakit tambahan lagi ketika pengobatan. Aku semakin takut, karena gejala penyakitku berubah. Walaupun memang penyakit autoimun itu seribu wajah, sehingga sangat mirip dengan penyakit autoimun lainnya.

"Nir, kamu bonceng ya ke kelurahan Kranggan. " Aku berangkat survey dengan temen kuliah yang mau membantu skripsiku.
Sesampai di tujuan, aku masih harus berjalan mendorong sepeda motor karena rumah-rumah di sini cukup padat. Jalannya cukup sempit. Lelah rasanya. Apalagi belum makan karena aku benar-benar tidak bawa uang sepeserpun untuk membeli makan.
Aku bertamu ke rumah bapak RW setempat. Rumahnya kecil, bahkan dapurnya ada di ruang tamu. Aku taksir lebar rumahnya kurang lebih hanya dua meter. Tetapi beliau sangat ramah mempersilahkan aku melakukan tanya jawab dengannya.

"Dari adanya perubahan pemekaran kecamatan, apakah ada perubahan pelayanannya lebih cepat, Pak? " Tanyaku sambil membawa kuisioner.
Tiba-tiba aku kesulitan bernafas. Dan muntah tiba-tiba. Nira bergegas mengambil kantong plastik di tasnya. Bapak RW memijat telapak tanganku. Nafasku tidak terlalu berat seperti sebelumnya. Dan aku minta izin permisi tidak melanjutkan wawancara.

Aku berdiri dan berjalan keluar.
"Nir, aku nggak kuat bawa badanku, gelap, Nir. "
Seketika pandanganku gelap, aku ambruk.
'Allah, tolong ubahlah kondisiku menjadi baik'
Lanjut? 



author : 
Riza Imtikhana - KBM

0 Response to "Jangan Nikah Sama Orang Yang Punya Penyakit"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel